Opini Kasus Pelanggaran Hukum
yang Diawali dengan Pelanggaran Etika di Tahun 2013
Perkembangan perbankan di Indonesia dari tahun ke
tahun telah semakin pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan perkembangan
berbagai jenis usaha perbankan seiriing dengan perkembangan teknologi
informasi. Inovasi perbankan berbasis teknologi informasi di industri perbankan
ini memberikan dampak efisiensi dan efektifitas yang luar biasa. Sebagai
contohnya munculnya produk-produk electronic banking seperti anjungan tunai
mandiri, kartu kredit, kartu debit, internet banking, sms/mobile banking, phone
banking, dan lain-lain, telah mendorong layanan perbankan menjadi relatif tidak
terbatas, baik dari sisi waktu maupun dari sisi jangkauan geografis. Hal ini
pada gilirannya telah meningkatkan volume dan nilai nominasi transaksi
keuangan.Dalam tataran lokal, perbankan Indonesia mengalami ujian dengan
munculnya berbagai kasus tindak pidana kejahatan di bidang perbankan belakangan
ini. Bank sebagai lembaga kepercayaan, dalam menjalankan kegiatan usahanya
harus memperhatikan ketentuan maupun prinsip-prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko terkait penyelenggaraan kegiatan usahanya.Bank sebagai pusat
perputaran keuangan, yang berasal dari dunia usaha maupun kegiatan publik,
perbankan sangat rentan terhadap upaya penyalahgunaan kewenangan yang ada
padanya. Koruptor menggunakan perbankan sebagai salah satu saluran pemanfaatan
uang hasil korupsi. Kewaspadaan perbankan atas tindak pidana pencucian ataupun
pencurian uang.Untuk mempermudah urusan, transaksi yang terkait tindak pidana
korupsi masih banyak dilakukan melalui sistem perbankan. Modus operandi tindak
pidana perbankan memang beragam. Bila bidang perizinan bank (scret of
banker’s), bidang jasa, tindak pidana dengan sarana komputer, penyalahgunan
dana nasabah (misappropriation of public funds), dan penggelapan dana nasabah
(embezzlement of public funds) (hal. 12-15). Sedang modus operandi tindak
pidana di bidang jasa, diklasifikasikan lagi menjadi dua kategori: tindak
pidana yang berkaitan dengan perkreditan dan tindak pidana yang berkaitan
dengan warkat bank.Implikasi negatif Kejahatan perbankan dapat menyebabkan bank
mengalami kegagalan atau yang dinamakan bank gagal. Secara cepat tanggap
Otoritas Jasa Keuangan akhir-akhir ini sedang melakukan perhatian khusus untuk
menetapkan bank yang masuk kategori systematically importan bank (SIB) atau
Bank yang berdampak sistemik pada industri perbankan. Menurut pejabat OJK
menyebutkan hasil sementara ini untuk di Indonesia belum ada bank masuk
kriteria SIB global. Penetapan nantinya adalah untuk SIB domestik.Jika melihat
industri perbankan terakhir kemungkinan besar bank seperti BRI, Mandiri, BCA,
BNI, CIMB Niaga, Danamon, Panin, Permata, BII, dan BTN masuk dalam radar OJK.
Sejumlah bank tersebut diketahui memiliki aset cukup besar dibandingkan bank
umum lainnya.hal ini berdasarkan empat kriteria pengawasan SIB domestik yakni
ukuran bank, interkoneksi, kompleksitas dan subtitutability.Apa perhatian
pengawasan terhadap perbankan yang paling penting? Ya, jelas saja harus
memahami dengan baik tindak pidana bank. Ada pepatah mengatakan apablia kita
ingin membongkar sebuah kasus atau mencegahnya berarti kita harus tahu lebih
dulu bentuk kejahatan tersebut. Supaya dalam bertindak kita lebih cepat, tepat,
tangkap pelaku kejahatannya, dan tidak salah sasaran (jelas).
Mari kita mengingat kembali kebelakang, sejak 30 tahun
silam (1983-2013) data statistik kriminal tindak pidana perbankan Mabes Polri
menunjukkan crime total sebanyak 2500 lebih kasus. Itu pun tidak pasti. Lihat
saja tingkat kejahatan maupun fraud (pembobolan) di Industri perbankan RI
hingga Mei 2012 tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan kerugian
hingga milyar dolar. Namun angka tersebut rendah dibandingkan dengan industri
perbankan di negara lain.Berita ini dikutip dari sorotnews.com yang memuat
suatu kabar bahwa Deputi Gubernur Indonesia (BI), Ronald Waas, mengungkapkan,
posisi Indonesia kedua terendah dibandingkan dengan negara Asia Pasifik
sedangkan data Visa peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga
terendah di Asia Tenggara, jauh dibawah Singapura dan Malaysia. Apakah ini
merupakan kabar baik atau buruk? Yang jelas semua instansi terkait tidak boleh
lengah dalam melakukan pengawasan terhadap tindak kejahatan di bidang industri
perbankan, ini dilakukan demi mencegah terjadinya bank gagal.Berlainan dengan hasil
Survey Indonesia Banking Survey Report 2012 yang diselenggarakan oleh
PricewaterhouseCoopers Indonesia (PWC) yang mengungkapkan angka kejahatan
perbankan bakal menurun tahun ini. Kalangan perbankan Indonesia memprediksi
39%. Jumlah kalangan perbankan yang meyakini hal tersebut meningkat daripada
tahun lalu yaitu 27%, dan 22% pada tahun 2010.
Menurut kalangan perbankan, pembobolan pada bank
mereka kemungkinan besar terjadi akibat kolusi antara karyawan dan nasabah
(29%), serta pemalsuan identitas, seperti menggunakan dokumen palsu (19%). Hal
itu bertolak belakang dengan kejahatan yang terjadi di Eropa dan Amerika
Serikat, yang lebih baik menitikberatkan kepada kecanggihan teknologi dalam
upaya pembobolan bank.Menurut Ashley Wood, technical advisor PWC, hal itu tidak
mengherankan karena perbankan Indonesia belum sepenuhnya bergantung kepada
internet banking. Semakin sedikit penggunaan internet banking, semakin
rendah pula risiko pembobolan bank dengan teknologi canggih. Berbeda dengan
negara maju, yang sudah maju internet banking-nya, maka kejahatan perbankan
dengan teknologi justru lebih marak ketimbang kolusi antar-manusa.Selain dua
penyebab utama terjadinya kejahatan perbankan di Indonesia, kalangan perbankan
juga menyoroti kejahatan lewat transfer dana, penyalahgunaan e-banking, seperti
kartu kredit, kartu debet dan sebagainya, internet banking dan penipuan ATM,
serta suap dan korupsi.Hal tersebut membuat angka penerapan fraud risk
management atau manajemen pengendalian risiko kejahatan perbankan di bank-bank
Indonesia meningkat cukup signifikan, dari hanya 57 persen bank yang menerapkan
pada 2010, menjadi 69 persen pada 2011, dan tahun ini mencapai 78 persen. Wah,
rupanya perbankan Indonesia memang sedang berupaya menekan terus tingkat
kejahatan.Gambar hasil survey fraud risk 2013.Temuan Konkrit tindak pidana
pembobolan bank yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus pembobolan Rp.
30 milyar. Di Bank Panin.
Berikut berita lengkapnya saya kutip dari laman
akuntansionline.com:Ketua Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank,
Jasa dan Asuransi FSP NIBA,Lilik Martono mengadukan nasib Yus Rusyana kepada
Komisi XI DPR, dengan harapan bisa mengembalikan haknya sebagai auditor
internal PT Bank Panin Tbk. “Kami meminta mengembalikan hak saudara Yus Rusyana
sebagai auditor yang di PHK dari PT Bank Panin Tbk,”ujar Lili usai diterima
Komisi XI yang dipimpin Zulkieflimansyah di Gedung DPR, Kamis
(31/01/2013).Dalam rapat dengar pendapat Komisi XI dengan pihak yang terkait
dalam kasus PHK Yus Rusyana, hadir Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ronald
Waas, Direktur Kepatuhan PT Bank Panin, Antonius Ketut dan Ketua FSP NIBA,
Lilik Martono.Yus Rusyana, kata Lilik, diperlakukan tidak adil manajemen PT
Bank Panin dengan di PHK setelah yang bersangkutan melakukan audit invetstigasi
ke Kantor Cabang Utama Banjarmasin, Nopember 2009. Dari hasil audit investigasi
itu, ditemukan indikasi fraud dalam proses pemberian kredit sebesar
Rp 30 miliar.Pada awalnya, Direksi PT Bank Panin atas temuan tsb memberikan
kuasa kepada staf direksi, Lilik Martono untuk melaporkan rekayasa kredit yang
terjadi di KCU Banjarmasin ke Polda Kalimantan Selatan. Namun, pada 25 Oktober
2010 Direksi PT Bank Panin Tbk memerintahkan kuasa direksi dan tim audit agar
kembali ke Jakarta untuk menyerahkan laporan audit dan proses pemeriksaan
dihentikan.Yus Rusyana yang seharusnya mendapat penghargaan karena berhasil
menemukan indikasi terjadinya fraud, justru setiba di Jakarta mendapat
surat peringatan dari Kepala Biro Pengawasan dan Pemeriksan Bank Panin. Malahan
pada 28 April 2011 diminta mengundurkan diri dari perusahaan dan sehari
berikutnya di PHK. Padahal temuan Yus Rusyana tsb dikuatkan hasil investigasi
BI pada Desember 2010 terhadap PT Bank Panin KCU Banjarmasin, yang dari sample
audit terbukti adanya fraud.Sementara Direktur Kepatuhan PT. Bank Panin,
Antonius Ketut menyatakan, pemecatan Yus bukan karena temuannya, melainkan yang
bersangkutan tidak masuk kerja 5 hari secara berturut-turut tanpa keterangan
yang jelas.Kasus Yus sebenarnya sempat bergulir ke Pengadilan Hubungan
Industri, namun permohonan itu tidak dikabulkan dan banding. Kasus tsb juga
diadukan ke Komisi III DPR, namun karena merupakan kasus kejahatan perbankan
dianjurkan  ke Komisi XI DPR.(Zis).Dalam kasus PT Bank Panin Tbk, Sjam
masih penasaran kebenaran fakta yang sebenarnya di lapangan, sehingga perlu
pendalaman dalam panitia kerja kejahatan perbankan. Ia berharap semua pihak
tidak mengambil kesimpulan yang tergesa- gesa, karena fakta yang dibeberkan di
depan Komisi XI belum menggambarkan telah terjadi fraud. Pihak Bank
Panin memberikan tanggapan bantahan terhadap pemberitaan fraud. Kutipan lengkap
ini saya dapat dari laman keuangan.kontan.co.id sebagai berikut:JAKARTA. Bank
Panin mengklaim bahwa tuduhan fraud penyelewengan kredit senilai Rp
30 miliar pada Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin, Kalimantan Selatan tidak
benar.“Masalah tuduhan tersebut tidak benar dan sudah dibantah,” jelas Wakil
Direktur Bank Panin Roosniati Salihin dalam pesan singkatnya kepada KONTAN, Senin
(4/2).Corporate Secretary Bank Panin Jasman Ginting menambahkan bahwa
sebenarnya kasus fraud tersebut sudah diselesaikan belum lama ini.
“Kira-kira 2012 lalu,” katanya.Ia juga menyebut bahwa kesalahan kredit yang
menyalahi prosedur sebenarnya tidak sampai Rp 30 miliar. “Cuma hampir Rp 7
miliar. Namun itu sudah diselesaikan,” ucap Jasman kepada KONTAN, Senin,
(4/1).Ia mengatakan bahwa ada jaminan yang bisa dijual dari kredit macet
tersebut, sehingga kerugian yang dialami tidak sampai Rp 300 juta.”Kemudian kasus
ini berkembang sangat cepat sehingga DPR tidak berhenti saja untuk membongkar
kejahatan perbankan secara keseluruhan. Berita terkait yang saya dapat dari
laman hukumonline.com isi lengkapnya sebagai berikut:Komisi XI DPR mengusulkan
untuk membentuk panitia kerja (Panja) Tindak Pidana Kejahatan Perbankan. Hal
ini dilator belakangi maraknya kasus fraud yang terjadi di sektor
perbankan. Hal ini disampaikan Anggota Komisi XI Melchias Marcus Mengkeng dalam
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) di
Komplek Senayan Jakarta, Kamis (31/1).“Saya mengusulkan membuka panja tindak
pidana kejahatan perbankan, salah satu aktornya adalah Bank Panin. Supaya
kasus-kasus kejahatan perbankan bisa tuntas dan tidak hanya didiamkan,” kata Mekeng
di Gedung DPR Jakarta, Kamis (31/1).Mekeng melanjutkan, alasan lain Komisi XI
ingin membentuk Panja adalah adanya laporan dari mantan karyawan Bank Panin,
Lilik Martono, bahwa telah terjadi kejahatan perbankan di bank tersebut.Selain
itu, lanjut Mekeng, masukan dan fakta mengenai banyaknya fraud bisa
dipertimbangkan untuk dimasukkan ke RUU Perbankan terutama mengenai aturan
kejahatan perbankan. Hasil pembahasan Panja juga bisa diserahkan kepada BI
sebagai bahan masukan untuk membuat Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai
kejahatan perbankan.“Ini untuk memperketat semua modus-modus kejahatan
perbankan yang dilakukan bankir-bankir. Mungkin saja BI juga tidak tahu
modus-modus kejahatan yang selama ini dilakukan bankir,” ujarnya. Mekeng
berharap praktik-praktik tindak pidana di perbankan bisa diketahui publik,
mengingat Indonesia tengah intensif membangun industri perbankan yang sehat.
Untuk diketahui, mantan karyawan Bank Panin Lilik Martono mengaku menemukan
penyelewengan dari hasil audit keuangan Bank Panin di Banjarmasin. Dalam
kronologis disebutkan, Deputi Direktur Direktorat Pengawas Bank 3 Riyanti A.Y.
Sali mengirim surat No.13/17/DPB3/TPB 3-2/Rahasia kepada direksi Bank Panin
agar melaporkan permasalahan penyimpangan pemberian kredit debitor Jaya Setia
Dau.
Sebelumnya, tim audit sudah melaporkan adanya tindak
pidana perbankan ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan. Penyidikan pun
dilakukan, namun kemudian dihentikan karena tersangka rekayasa kredit, yakni
Pemimpin Cabang Banjarmasin Herman Kusuma, mendadak meninggal dunia.Namun,
lanjutnya, diharapkan bank sentral mau merealisasikan upaya penjaminan yang
dilontarkan kala pihaknya melaporkan penemuan tim audit ke BI, yang dilakukan
dengan tidak mengindahkan larangan dari direksi Bank Panin.Deputi Gubernur BI,
Ronald Waas mengatakan BI tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan
persoalan yang sudah masuk ke ranah hukum dan sengketa internal. Namun, kedua
persoalan tersebut masuk sebagai temuan BI sebagai lembaga pengawas bank.Lebih
lanjut Ronald mengatakan, kasus di Bank Panin yang terindikasi tindak pidana
sudah ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Ia mengatakan, BI juga mempunyai
kerjasama dengan Polri dan Kejaksaan. Sehingga jika terdapat indikasi terjadi
tindak pidana perbankan, maka dipastikan akan ditindaklanjuti melalui forum
tersebut.Selain itu, sambung Ronald, BI sudah meminta manajemen Bank Panin,
dalam hal ini direksi, untuk menyelesaikan secara internal. “Mereka (direksi)
sudah tindaklanjuti. Bahwa ini tidak sesuai dengan salah satu pihak ini
keputusan internal mereka. Ada upaya (tim auditor) ke MA juga, tapi kasasinya
ditolak,” pungkasnya.Berdasarkan kasus diatas, menurut saya ada lima
permasalahan yang terjadi dalam tindak kejahatan yang terjadi pada kantor Bank
Panin Cabang Banjarmasin berupa penemuan rekayasa kredit senilai Rp. 30
miliar.Masalah temuan rekayasa kredit di perusahaan. Masalah sengketa internal
antara pemberi kerja dan pegawaiannya. penyimpangan standar operasional
prosedur (SOP). penyalahgunaan kewenangan pimpinan cabang terhadap SOP internal
bank.Pada tahun 2010 telah terjadi penjualan jaminan atau agunan kredit atas
nama debitur PT Masrur Borneo. Jaminan itu dijual dengan surat kuasa palsu, dan
notaris tidak dapat menunjukkan minuta akte kuasa menjual. Namun sangat disayangkan
di tengah upaya pemerintah menyeruakan asas resiprokal, kejahatan perbankan
berkerah putih ini terjadi Pelaku (Herman Kusuma) memang telah meninggal dunia,
tetapi karyawan-karyawan dan pejabat bank Panin lainnya yang terindikasi
terkait kasus rekayasa pemberian kredit masih menjabat. Akankah tersangka lain
akan tertangkap?Pembentukan panja mengemuka sejak DPR menerima aduan dari
Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia. Kasus Bank Panin, bisa menjadi pintu masuk untuk melihat
maraknya penyimpangan perbankan saat ini. Bank perlu pembenahan sistem,
kontrol, operator, dan pengawas secara periodik.Menurut saya Kompetensi
Internal Audit Perbankan hukumnya sangat wajib. Semoga kasus yang terjadi pada
Bank Panin dapat terselesaikan denganbaik dan kejahatan kerah putih pada bank
lain secara keseluruhan tidak terjadi lagi.
Analisis:
Berdasarkan kasus diatas, menurut saya ada lima
permasalahan yang terjadi dalam tindak kejahatan yang terjadi pada kantor Bank
Panin Cabang Banjarmasin berupa penemuan rekayasa kredit senilai Rp. 30 miliar.
Masalah temuan rekayasa kredit di perusahaan. Masalah sengketa internal antara
pemberi kerja dan pegawaiannya. Penyimpangan standar operasional prosedur
(SOP). Penyalahgunaan kewenangan pimpinan cabang terhadap SOP internal bank.
Pada tahun 2010 telah terjadi penjualan jaminan atau agunan kredit atas nama
debitur PT Masrur Borneo. Jaminan itu dijual dengan surat kuasa palsu, dan
notaris tidak dapat menunjukkan minuta akte kuasa menjual. Namun sangat
disayangkan di tengah upaya pemerintah menyeruakan kejahatan perbankan berkerah
putih ini terjadi Pelaku (Herman Kusuma) memang telah meninggal dunia, tetapi
karyawan-karyawan dan pejabat bank Panin lainnya yang terindikasi terkait kasus
rekayasa pemberian kredit masih menjabat.
Pembentukan panja mengemuka sejak DPR menerima aduan
dari Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi Konfederasi
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Kasus Bank Panin, bisa menjadi pintu masuk
untuk melihat maraknya penyimpangan perbankan saat ini. Bank perlu pembenahan
sistem, kontrol, operator, dan pengawas secara periodik. Menurut kami
Kompetensi Internal Audit Perbankan hukumnya sangat wajib dan temuan dari
seorang auditor internal sangat membantu untuk mengevaluasi kinerja operasi
suatu bank serta posisi seorang auditor yang
juga harus
terlindungi dari segala tuntutan hukum. Semoga kasus yang terjadi pada Bank
Panin dapat terselesaikan dengan baik dan kejahatan kerah putih pada bank lain
secara keseluruhan tidak terjadi lagi.
Sumber:
https://agusnuramin.wordpress.com/2014/01/11/opini-kasus-pelanggaran-hukum-yang-diawali-dengan-pelanggaran-etika-di-tahun-2013/