Resensi Film Madagascar 3
Sutradara | Eric Darnell Tom McGrath Conrad Vernon |
---|---|
Produser | Mireille Soria Mark Swift |
Penulis | Eric Darnell Noah Baumbach |
Berdasarkan | Characters created by Eric Darnell Tom McGrath |
Pemeran | Ben Stiller Chris Rock David Schwimmer Jada Pinkett Smith Sacha Baron Cohen Bryan Cranston Jessica Chastain Martin Short Paz Vega |
Musik | Hans Zimmer |
Penyunting | Nick Fletcher |
Studio | DreamWorks Animation Pacific Data Images |
DreamWorks Animation hanya
perlu satu alasan untuk melanjutkan petualangan Alex si singa dan kawan-kawan
“Madagascar”, seperti juga studio-studio lainnya, yakni “masih menguntungkan,
sayang untuk dihentikan”. Jadi wajar saja jika film animasi yang film pertamanya
rilis pada tahun 2005 silam tersebut, dibuatkan film kedua dan kemudian tahun
ini tayang film ketiga, “Madagascar 3: Europe’s Most Wanted”.Potensi untuk
sekuel memang selalu memungkinkan untuk film-film animasi macam “Madagascar”
ini, formulanya (biasanya) tak mementingkan isi cerita tapi lebih fokus ke sisi
hiburannya yang harus sukses meledakkan mata penonton, dan itu terjadi pada
“Madagascar 3”. Walau “aji mumpung” tapi DWA tidak seserakah itu, buktinya
mereka bisa move on dan melepas satu franchise-nya,
yaitu “Shrek” di film ke-empatnya di tahun 2010. Mati satu, tumbuh seribu,
karena kenyataannya DWA masih punya simpanan film-film lain yang berpotensi
menjadi franchise yang lebih besar ketimbang “Shrek” (saya
pribadi tidak terlalu menyukai film ogre hijau itu), termasuk
“Kung Fu Panda” dan juga “How to Train Your Dragon”, dua film animasi terbaik
yang dimiliki DWA sampai saat ini.
Setelah Alex (Ben Stiller),
Marty (Chris Rock), Melman (David Schwimmer), dan Gloria (Jada Pinkett Smith)
kabur dari kebun binatang di New York, “nyasar” ke Madagascar, hingga akhirnya
sampai ke Afrika, tempat yang dari awal mereka tuju dan sebuat sebagai “rumah”.
Di “Madagascar 3” Alex dan kawan-kawannya memutuskan untuk kembali ke kota New
York. Bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah, kawanan binatang nyeleneh ini
sampai membuat kekacauan di sebuah hotel di Monaco hanya untuk bisa menemukan
para penguin, yah karena hanya mereka yang punya “tiket” untuk pulang.
Malangnya pesawat yang Alex dan yang lainnya naiki lagi-lagi harus mendarat
darurat alias terjun bebas, kali ini untungnya tidak lagi di hutan antah
berantah, tapi di Perancis. Untuk lari dari kejaran polisi, Alex dan
teman-teman pun harus mengaku sebagai grup binatang sirkus, dan akhirnya
diselamatkan oleh grup sirkus beneran yang sedang menuju ke
Roma dan London untuk tampil disana. Namun bahaya belum selesai, karena Alex
dan kawan-kawan sekarang diburu oleh Kapten Chantel DuBois (Frances McDormand)
dan tim animal control-nya. DuBois yang gemar mengkoleksi tropi
kepala binatang tangkapannya ini bisa dibilang adalah mimpi buruk bagi geng
Madagascar, karena dia orang yang tahu bagaimana menangkap buruannya.
Sebaliknya, jika DuBois
adalah sebuah mimpi buruk bagi geng Madagascar, lain halnya dengan filmnya sendiri,
“Madagascar 3” ini adalah mimpi indah bagi para penonton yang memang ke bioskop
untuk mencari sebuah hiburan. Formulanya tidak baru tapi sanggup dikreasi-ulang
untuk tidak terlalu tampak “usang” dari film-film Madagascar sebelumnya. Cerita
film yang sekarang di-kerebuti oleh tiga orang sutradara sekaligus,
Eric Darnell, Tom McGrath dan Conrad Vernon ini memang boleh dikatakan hanya
numpang lewat di otak, tapi berbeda dengan sisi visualnya. Karena ini film
ketiga, tidak ada alasan untuk Alex dan kawan-kawan untuk buang-buang waktu
memperkenalkan ulang siapa mereka, mereka hanya tinggal ditempatkan di dalam
cerita untuk beraksi dan beraksi, didukung oleh plot yang bergerak dengan pace cepat.
Tak perlu perkenalan karakter lagi, geng Madagascar kini punya waktu lebih
banyak untuk mengajak penonton lari-larian kesana-kemari, sesekali saya merasa
“lelah” dan bosan, tapi dengan cepat geng konyol kita yang satu ini selalu
punya sesuatu untuk ditertawakan.
Kelucuan khas “Madagascar”
masih akan terlihat, terutama dari Marty si Zebra dan geng penguin yang memang
disorot untuk jadi maskot franchise ini. Walau tak sampai
tertawa terbahak-bahak, Alex dan kawan-kawan masih bisa dibilang berhasil
menghantarkan aksi-aksi komedi yang tak hanya untuk konsumsi anak-anak tapi
juga orang dewasa yang mendampingi mereka. Yah film animasi yang belakangan
muncul memang tak lagi milik anak-anak kecil, tapi seperti juga “Madagascar 3”,
sisi kekanak-kanakan itu tak perlu harus hilang. Nah anak kecil akan senang
jika disodorkan permen berwarna-warni, begitu juga film ini yang tahu bagaimana
melayani mata-mata penonton kecil dan dewasa dengan gambar beraneka warna.
Ketika “Madagascar 3” menambahkan karakter-karakter yang terdiri dari
binatang-binatang sirkus, sepertinya itu langkah yang tepat dan film ini tahu
untuk melangkah ke arah mana. Tak hanya menghadirkan konflik, intrik dan
kekonyolan yang lebih fresh, tapi gabungan geng “Madagascar” dan
grup sirkus ini sanggup menampilkan atraksi-atraksi visual yang ajaib. Untuk
kreasi visual yang memanjakan kedua mata tersebut, “Madagascar 3” bolehlah saya
beri acungan jempol. Adegan sirkus dengan iringan tembang “Firework” yang di-remix tersebut
benar-benar sukses menempel di kepala sampai saya menuliskan review ini. Well, sekali
lagi walau tak menawarkan sesuatu yang baru dari segi cerita, kita boleh
berharap banyak untuk sajian visual “Madagascar 3” kali ini. Sebuah film
animasi yang menghibur semua, petualangan yang menggemaskan.